Oleh; Mas’ud, SPd
Organisasi internal kampus, merupakan wadah formal yang tidak bertaring untuk mengupas dan menguji realitas sosial. Keterikatan menjadi rantai pengepal jiwa-jiwa kritis dari kaum yang reformis. BEM, UKM, serta HMPS, terkendali oleh sistim bertaring neo-kapitalisme dan meterialisme[1]. Sehingga harapan program kerja organisasi selalu bertumpu pada pengendali – pengendali materi yang memiliki tujuan yang berlawanan dengan nilai evolusi kritis dari kaum - kaum berideologi sosialis[2]. Namun hal demikian tidak megubah nasib organisasi internal di STKIP HAMZANWADI Selong, justru mengukuhkan kembali pusat kekuasaan dengan pembatasan bentuk kreativitas mahasiswa. Tak terelakkan bilamana organ internal menjadi sistim yang vacum untuk menindaklanjuti persoalan-persoalan yang dihadapi mahasiswa selama ini. Hal ini berdampak pada pompa motivasi dari setiap pengurus organisasi menjadi acuh dan bahkan menyeleweng menuju jurang kesesatan[3]. Ada sebuah cerita; salah satu organ internal ingin melaksakan kegiatan yang telah diprogramkan dan bahkan telah dibentuk kepanitiaannya. Hari-hari telah dilalui kepanitia hanya untuk mengisi setiap rapat kepanitiaan, pacar, kuliah, telah diabaikan demi ketuntasan harapan[4], surat – surat telah disebarkan kepada setiap yang dikenal, proposal telah dicetak bahkan langsung diprint out. Singkatnya, proposal yang diajukan ditolah begitu saja dengan alasan “kegiatan ini tidak perlu menggunakan dana dan tidak perlu dilaksanakan karena tidak ada untungnya buat kami”. Padahal sudah nyata – nyata dana untuk organ internal sudah jelas nominalnya. Hal demikian mengakibatkan kemerosototan sifat – sifat progresif dari para pengurus organisasi. Padahal bukan demikian substansialnya nominal dana yang digunakan untuk berprogram melainkan keinginan yang sungguh dari pengurus- pun menjadi faktornya. Karena tidak memiliki dana, semua janji terabaikan, harapan menjadi terlantar, tujuan menjadi hampa, ideologi keakademisan serta keorganisasian menjadi runtuh.
Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM) Club Music Campus (CMC) sebagai wadah pengembangan kreativitas pada intern kampus sampai saat ini mengalami kemaju-munduran (fluktuatif) kepemimpinan, betapa tidak, giroh organisasi membara hanya pada saat kegiatan – ketiatan tertentu yang memberikan keuntungan secara pribadi maupun kelompok bagi anggota yang memiliki kepentingan. Misal; hanya ingin gaya saja, ada nuansa romantis, dan apatis terhadap persoalan-persoalan solidaritas[5]. Kondisi demikian dialami hampir keseluruhan oleh organ internal. Maka dengan pelatihan dasar ini, UKM CMC, mulai membenah diri dengan pion – pion kreatif untuk mereformasi kemandulan idealisme kritis pada dunia seni.
Asumsi yang mendasar kemunduran organ internal dilihat dari kurangnya kegiatan dan keterlibatan anggota adalah menurunnya rasa memiliki terhadap organisasi ( Sense of belongingness ) dari anggota maupun pengurus. Gejala penurunan rasa memiliki ini lebih disebabkan oleh tidak terpenuhinya kepentingan (interest) atau motivasi, yang mendorong keaktifan anggota dan pengurus. Jika kita lihat konsep motivasi dari Abraham Maslow yang lebih dikenal dengan hierarki kebutuhan (heirarchy of needs), bahwa ada lima kebutuhan yang mendasari kegiatan, perilaku atau aktifitas manusia yaitu[6]; (1) kebutuhan fisik, (2) kebutuhan keamanan, (3) kebutuhan sosial, (4) kebutuhan penghargaan, dan (5) kebutuhan aktualisasi diri.
Sementara itu, anggota dalam organisasi internal adalah sukarelawan yang tidak mendapat bayaran dan upah merupakan perioritas terrendah dalam daftar kebutuhan mereka (P3M, 1988 : 62) disamping itu menurut Miftah Toha; adapun yang dapat membangkitkan semangat kerja seperti diatas menurut Herzberg ialah ialah motivator. Faktor ini terdiri dai faktor keberhasilan, penghargan, faktor pekerjaannya sendiri, rasa tanggungjawab, dan paktor peningkatan[7].
[1] Karl Marx, 1867, eklploitasi dan dominasi lebih dari sekedar distribusi kekuasaan yang tidak seimbang, dalam George Ritzer & Douglas J.G. hal 63
[2] Ideology Durkheim tentang perubahan istilah kapitalis menjadi sosialis, sda, hal 8
[3] Pemimpin serta seluruh jajaran yang ada dalam organisasi tidak lagi manjalankan amanat dari sekian banyak mahasiswa yang menjadi saksi disetiap prosesi pelantikan dan pengukuhan janji yang. Umbaran janji menjadi aasan yang dilontarkan mahasiswa untuk menagih hal yang terucap
[4] Harapan: dalam hal ini, apapun yang dilakukan organ internal hanya bernuansa hampa semata, seperti seminar yang menggunakan standard bertingkat, padahal itu idak memiliki nilai yang cukup esensial untuk meningkatkan kualitas dan kuantitas mahasiswa
[5] Emile Durkheim membagi menjadi dua solidaritas yakni; solidaritas organic dan mekanik (lebih lengkap, baca pada George Ritzer & Douglas JG hal 90), (2004)
[6] Fahmi Fauzan, AZ, 1992, Kepemimpinan dan Motivasi Dalam Organisasi Sosial, Fak. SOSPOL, Univ.Muhamadiyah Malang, hal 5
[7] Miftah Toha, 1990, Perilaku Organisasi, Rajawali Press, Jakarta hal 225
Kok mati nih blog...?
BalasHapus