Minggu, 19 Desember 2010

MATERI KEORGANISASIAN


Oleh; Mas’ud, SPd
            Organisasi internal kampus, merupakan wadah formal yang tidak bertaring untuk mengupas dan menguji realitas sosial. Keterikatan menjadi rantai pengepal jiwa-jiwa kritis dari kaum yang reformis. BEM, UKM, serta HMPS, terkendali oleh sistim bertaring  neo-kapitalisme dan meterialisme[1]. Sehingga harapan program kerja organisasi selalu bertumpu pada pengendali – pengendali materi yang memiliki tujuan yang berlawanan dengan nilai evolusi kritis dari kaum - kaum  berideologi sosialis[2]. Namun hal demikian tidak megubah nasib organisasi internal di STKIP HAMZANWADI Selong, justru mengukuhkan kembali pusat kekuasaan dengan pembatasan bentuk kreativitas mahasiswa. Tak terelakkan bilamana organ internal menjadi sistim yang vacum untuk menindaklanjuti persoalan-persoalan yang dihadapi mahasiswa selama ini. Hal ini berdampak pada pompa motivasi dari setiap pengurus organisasi menjadi acuh dan bahkan menyeleweng menuju jurang kesesatan[3]. Ada sebuah cerita; salah satu organ internal ingin melaksakan kegiatan yang telah diprogramkan dan bahkan telah dibentuk kepanitiaannya. Hari-hari telah dilalui kepanitia hanya untuk mengisi setiap rapat kepanitiaan, pacar, kuliah, telah diabaikan demi ketuntasan harapan[4], surat – surat telah disebarkan kepada setiap yang dikenal, proposal telah dicetak bahkan langsung diprint out. Singkatnya, proposal yang diajukan ditolah begitu saja dengan alasan “kegiatan ini tidak perlu menggunakan dana dan tidak perlu dilaksanakan karena tidak ada untungnya buat kami”. Padahal sudah nyata – nyata dana untuk organ internal sudah jelas nominalnya. Hal demikian mengakibatkan kemerosototan sifat – sifat progresif dari para pengurus organisasi. Padahal bukan demikian substansialnya nominal dana yang digunakan untuk berprogram melainkan keinginan yang sungguh dari pengurus- pun menjadi faktornya. Karena tidak memiliki dana, semua janji terabaikan, harapan menjadi terlantar, tujuan menjadi hampa, ideologi keakademisan serta keorganisasian menjadi runtuh.
Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM) Club Music Campus (CMC) sebagai wadah pengembangan kreativitas pada intern kampus sampai saat ini mengalami kemaju-munduran (fluktuatif) kepemimpinan, betapa tidak,  giroh organisasi membara hanya pada saat kegiatan – ketiatan tertentu yang memberikan keuntungan secara pribadi maupun kelompok bagi anggota yang memiliki kepentingan. Misal; hanya ingin gaya saja, ada nuansa romantis, dan apatis terhadap persoalan-persoalan solidaritas[5]. Kondisi demikian dialami hampir keseluruhan oleh organ internal. Maka dengan pelatihan dasar ini, UKM CMC, mulai membenah diri dengan pion – pion kreatif untuk mereformasi kemandulan idealisme kritis pada dunia seni.
Asumsi yang mendasar kemunduran organ internal dilihat dari kurangnya kegiatan dan keterlibatan anggota adalah menurunnya rasa memiliki terhadap organisasi           ( Sense of  belongingness ) dari anggota maupun pengurus. Gejala penurunan rasa memiliki ini lebih disebabkan oleh tidak terpenuhinya kepentingan (interest) atau motivasi, yang mendorong keaktifan anggota dan pengurus. Jika kita lihat konsep motivasi dari Abraham Maslow yang lebih dikenal dengan hierarki kebutuhan (heirarchy of needs), bahwa ada lima kebutuhan yang mendasari kegiatan, perilaku atau aktifitas manusia yaitu[6]; (1) kebutuhan fisik, (2) kebutuhan keamanan, (3) kebutuhan sosial, (4) kebutuhan penghargaan, dan (5) kebutuhan aktualisasi diri.
Sementara itu, anggota dalam organisasi internal adalah sukarelawan yang tidak mendapat bayaran dan upah merupakan perioritas terrendah dalam daftar kebutuhan mereka (P3M, 1988 : 62) disamping itu menurut Miftah Toha; adapun yang dapat membangkitkan semangat kerja seperti diatas menurut Herzberg ialah ialah motivator. Faktor ini terdiri dai faktor keberhasilan, penghargan, faktor pekerjaannya sendiri, rasa tanggungjawab, dan paktor peningkatan[7].


[1] Karl Marx, 1867, eklploitasi dan dominasi lebih dari sekedar distribusi kekuasaan yang tidak seimbang, dalam George Ritzer & Douglas J.G. hal 63
[2] Ideology Durkheim tentang perubahan istilah kapitalis menjadi sosialis, sda, hal 8
[3] Pemimpin serta seluruh jajaran yang ada dalam organisasi tidak lagi manjalankan amanat dari sekian banyak mahasiswa yang menjadi saksi disetiap prosesi pelantikan dan pengukuhan janji yang. Umbaran janji menjadi aasan yang dilontarkan mahasiswa untuk menagih hal yang terucap
[4] Harapan: dalam hal ini, apapun yang dilakukan organ internal hanya bernuansa hampa semata, seperti seminar yang menggunakan standard bertingkat, padahal itu idak memiliki nilai yang cukup esensial untuk meningkatkan kualitas dan kuantitas mahasiswa
[5] Emile Durkheim membagi menjadi dua solidaritas yakni; solidaritas organic dan mekanik (lebih lengkap, baca pada George Ritzer & Douglas JG hal 90), (2004)

[6] Fahmi Fauzan, AZ, 1992, Kepemimpinan dan Motivasi Dalam Organisasi Sosial, Fak. SOSPOL, Univ.Muhamadiyah Malang, hal 5
[7] Miftah Toha, 1990, Perilaku Organisasi, Rajawali Press, Jakarta hal 225

KELIRU YANG TERSENGAJA


Assalamu’alikumwarrahmatullahiwabarakatuh

Sekali salah mungkin wajar, dua kali menjadi peringatan, dan yang ke-tiga merupakan ancaman. Kian hari, manajemen administrasi lembaga STKIP HAMZANWADI Selong kian terpuruk, dari tahun ke tahun, yang selalu menjadi masalah adalah kekeliruan jumlah angsuran dari setiap pembayaran perkuliahan, hal ini selalu dibarengi dengan alasan yang tidak masuk akal, kadang salah ketik – lah, tidak tau menau – lah, dan bahkan banyak alasan lain yang dianggap tidak rasional membuat mahasiswa merasa tidak berkutik dengan otoritas lembaga yang diselimuti oleh kepemimpinan yang kaku. Dari angatan 2006 saja terdapat banyak kekeliruan jika disesuaikan dengan Brosur kesuluruhan pegeluaran mahasiswa tiap angkatannya yakni;
No
Jenis Pembayaran
SEMESTER
JML
I
II
III
IV
V
VI
VII
VIII
IX
(Rp)
1
Jas almamater
150,000
-
-
-
-
-
-
-
-
150,000
2
OPSPEK
50,000
-
-
-
-
-
-
-
-
50,000
3
Pembangunan
200,000
400.000
-
-
-
-
-
-
-
600,000
4
SPP
300.000
300,000
300,000
300,000
300,000
300,000
300,000
300,000
300,000
2,700,000
5
Pembinaan
100,000
100,000
100,000
100,000
100,000
100,000
100,000
100,000
100,000
900,000
6
Perpus & lab
-
-
75,000
75,000
75,000
75,000
75,000
75,000
-
450,000
7
PPL
-
-
100,000
100,000
100,000
-
-
-
-
300,000
8
KKN
-
-
100,000
100,000
100,000
50,000
-
-
-
350,000
9
Skripsi
-
-
-
-
-
150,000
200,000
-
-
350,000
10
Wisuda
-
-
-
-
-
-
-
200,000
450,000
650.000
JUMLAH
800,000
800,000
675.000
675.000
675.000
675.000
675.000
675.000
850,000
6,500,000
12
UAS
Rp 3.000,-/sks*
Tabel: Rincian Biaya Kuliah Angkatan 2006/2007 Asal SLTA
Sumber: BEM STKIP HAMZANWADI Selong / KABAG Keuangan STKIP HAMZANWADI Selong (Kamis, 21 Okt 2010)

Jumlah   yang  telah  dikeluarkan  oleh  angkatan  2006  sampai  semester IX  sekarang  adalah;     Rp 6.775,000 dari yang seharusnya Rp 6.500.000.  Jadi dana lebih yang dimiliki oleh mahasiswa tersisa  Rp 275.000/ mahasiswa. Belum lagi bagi mahasiswa yang jumlah mata kuliahnya dihabiskan sampai semester VII, namun di semester VIII masih juga membayar UAS. Untuk dana lebih berkisar Rp 36.000/  mahasiswa dengan rincian dan dicontohkan untuk prodi Sosiologi saja;
  • Jumlah UAS yang ditempuh = 156 SKS X 3000 =  Rp 468,000/   mahasiswa
  • Jumlah UAS yang dibayar melalui PA  sejak semester (I – V = Rp 324.000 ) dan melalui slip pembayaran (VI – VIII = Rp. 180.000) sehingga jumlah keseluruhan = Rp 504.000
  • Jika Rp 504.000 – Rp. 468. 000 = Rp 36.000/  mahasiswa.
Flowchart: Alternate Process: Sisa dana mahasiswa keseuruhan Rp.311.000 Untuk angkatan-angkatan lain mungkin menjadi persoalan yang sama dihadapi jika pada  kami yang angkatan 2006 saja terjadi seperti demikian. Bagi kawan – kawan yang lain diharapkan mengakumilasi seluruh pengeluaran sesuai standar dan jika ada kekeliruan, mari kita bersama meluruskan dengan birokrat STKIP HAMZANWADI yang mudah-mudahan bijak dalam menjalankan amanah.
Wassalamu’alaikuwarrahmatullahiwabarakatuh
Rounded Rectangular Callout: Sisa dana untuk rincian biaya kuliah angkatan 2006








Rounded Rectangular Callout: Sisa dana UAS angkatan 2006





Pancor, 25 Okt 2010
UD/ Sos

SARJANA ROTI AKHIR DARI SKRIPSI

MAS’UD, S.Pd
Kian hari lulusan masing-masing perguruan tingggi kian meningkat, negeri, swasta, bahkan yang tidak jelas statusnya-pun memiliki prodok – produk sarjana yang tidak kalah banyaknya. Hal demikian bukan karena universitas atau perguruan tinggi tersebut membuka hak berpendidikan walau berwajahkan birokrasi ekonomi kapitalis, namun karena kemampuan lebih (materi) dari sosok calon sarjana yang memilih jalur pintas untuk mendapatkan gelar bertopeng. Dengan uang bisa apa saja, Korupsi, Nepotisme menjadi marak dipraktekkan oleh para birokrat. Selain daripada itu, persoalan lain yang lebih fundamenal yang mengikiskan moralitas kaum sarjana adalah “duplikat skripsi”. Lagi – lagi uang. Patokan harga dari pengais keuntungan tidak memudarkan niat untuk mempercepat proses penyusunan skripsi/ beli skripsi. Hanya dengan 1 (satu) sampai dengan 3 (juta) rupiah wajah karya ilmiah ternodai dengan jumlah angka rupiah. Jika pernah anda mendengar lagunya  Iwan Fals “TEMAN KAWANKU”  bahwa potongan syairnya menyatakan; bercerita temanku, tentang kawan temannya, nyatanya skripsi beli oh disana....
Sisi lain wajah pendidikan ini adalah hasil kualifikasi produk perguruan tinggi yang tidak mampu bersaing di dunia kerja dan hanya mengandalkan apa yang dihasilkannya yakni Gelar Sarjana. menyambung dari sya’ir diatas hal ini tergambar; Buat apa susah – susah bikin skripsi sendiri, sebab ijazah bagai lampu kristal yang mewah, ada di ruang tamu hiasan lambang gengsi, tinggal membeli tenang saja-lah. Saat wisuda datang,seakan memancarkan senyum tenang, tanpa beban, tidak pernah mencerminkan dosa yang dipikulnya apalagi meikirkan nilai-nilai moral yang terkandung dalam gelar sebagai Sarjana. hal ini disebutkan dalam lagu Iwan Fals sebagai SARJANA ROTI.
Bentuk kejahatan telah bertubi – tubi dilakukannya;
1.         dari UU 19 tahun 2002 tentang perubahan atas UU nomor 12 tahun 1997 pasal 44 tentang hak cipta (baca UUD 1945).
2.       karya ilmiah (skripsi) mencerminkan nilai moralitas dan akan dihadapkan pada wajah-wajah sosial. Durkheim menyatakan Masyarakat adalah sumber moralitas.
3.       gengsi seakan merubah wujud menjadi cahaya yang asyik dipandang orang (dosa sosial).
4.       kucuran air mata orang tua melihat keceriaan wajah sarjana roti, saudara, tetangga, saat wisuda menjadi saksi bisu yang ditanggung. Lagi-lagi si- Fulan tenang aja, orang g’ ada yang tau..
5.       mencari nafkah dengan gelar yang tidak jelas, apalagi hasil gelar yang tidak jelas, yang kadang dinikmati oleh orang-orang tidak berdosa.
6.       jika sebagai seorang Guru/ pengajar, wajah – wajah imut yang tidak pernah tau apa-apa, percaya dengan kebohongan yang ditampakkan sarjana roti menyampaikan hasil korupsi yang sudah basi dan tidak pernah terurusi.
Sayang- lah pada diri jika perbandingan amal buruk-mu lebih banyak daripada amal baik-mu. Karena akan engkau emban setiap dosa yang kau taburkan di alam sosial.  Skripsi hanya-lah sebuah janji, proses adalah suatu yang pasti. Maka, mulailah berproses dengan beralaskan akhlakul karimah. 

(kutipan: lagu Iwan Fals “Teman Kawanku”)
Untuk kawan-kawanku di STKIP. H, dan Khususnya di SOSIOLOGI
Ingat.....!!!(Abaikan ego untuk mengungkap keberadaan diri, sejatinya fitri dicekam kelompok sosial. Kepakkan napas terungkap kata bermakna, maka peranmu menjadi terlihat, dirimu akan terbaca oleh hembusan sistematis para sosiolog, Mas’ud: 2010)